Asal Mula Bangsa Arab
Bangsa Arab adalah bangsa yang dipilih oleh Allah untuk diturunkan kepada mereka seorang Nabi terakhir, Nabi Muhammad SAW. Jika berbicara tentang sejarah nabi, maka tidak akan lepas dari kawasan Arab. Untuk itu ada baiknya kita mengenal lebih jauh tentang Arab untuk sampai ke rentetan peristiwa hingga ke Nabi Muhammad SAW. Rentetan peristiwa ini akan sedikit mengulas kembali kisah tentang Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, dan Nabi Ismail.
Sumber yang saya ambil untuk artikel ini adalah dari buku “The Great Story of Muhammad, Referensi Lengkap Hidup Rasulullah Sebelum Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir“, oleh Ahmad Harta, cetakan ke-enam tahun 2016, terbitan Maghfirah Pustaka. Buku yang kedua adalah “Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW, Dari Masa Kenabian Hingga Sesudahnya“, oleh Abdurrahman bin Abdul Karim, cetakan pertama, terbitan Saufa. Dan yang ketiga adalah dari kajian bersama Sirah Nabawiyah oleh Khalid Basalamah.
Kita mulai dari Nabi Adam, manusia pertama yang diciptakan oleh Allah. Suatu ketika, saat Adam dan Hawa masih berada di surga, setan membujuk mereka untuk memakan sebuah buah, yang dimana kita menyebutnya buah Khuldi, buah yang dilarang oleh Allah untuk dimakan. Karena memakan buah tersebut Adam dan Hawa diturunkan ke bumi di tempat yang berbeda. Singkat cerita mereka pun bertemu kembali dan melahirkan keturunan.
Salah satu keturunan Nabi Adam adalah Nabi Nuh. Nabi Nuh diturunkan untuk memperbaiki aqidah manusia kala itu, dan hanya sedikit yang mengikuti ajakan Nabi Nuh. Sehingga Allah menyuruh Nuh untuk membuat sebuah kapal yang besar di atas gunung dan pengikutnya disuruh masuk beserta ratusan pasang hewan. Banjir besar pun tak terelakkan dan memusnahkan umat manusia yang tidak beriman kala itu. Pengikut Nabi Nuh terombang-ambing di kapal selama beberapa hari dan akhirnya terdampar di sebuah gunung, di al-Quran disebutkan mereka terdampar gunung Judi (QS. Hud[11]: 44).
“Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim .” (QS. Hud[11]: 44)
Sumber yang saya ambil untuk artikel ini adalah dari buku “The Great Story of Muhammad, Referensi Lengkap Hidup Rasulullah Sebelum Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir“, oleh Ahmad Harta, cetakan ke-enam tahun 2016, terbitan Maghfirah Pustaka. Buku yang kedua adalah “Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad SAW, Dari Masa Kenabian Hingga Sesudahnya“, oleh Abdurrahman bin Abdul Karim, cetakan pertama, terbitan Saufa. Dan yang ketiga adalah dari kajian bersama Sirah Nabawiyah oleh Khalid Basalamah.
Kita mulai dari Nabi Adam, manusia pertama yang diciptakan oleh Allah. Suatu ketika, saat Adam dan Hawa masih berada di surga, setan membujuk mereka untuk memakan sebuah buah, yang dimana kita menyebutnya buah Khuldi, buah yang dilarang oleh Allah untuk dimakan. Karena memakan buah tersebut Adam dan Hawa diturunkan ke bumi di tempat yang berbeda. Singkat cerita mereka pun bertemu kembali dan melahirkan keturunan.
Salah satu keturunan Nabi Adam adalah Nabi Nuh. Nabi Nuh diturunkan untuk memperbaiki aqidah manusia kala itu, dan hanya sedikit yang mengikuti ajakan Nabi Nuh. Sehingga Allah menyuruh Nuh untuk membuat sebuah kapal yang besar di atas gunung dan pengikutnya disuruh masuk beserta ratusan pasang hewan. Banjir besar pun tak terelakkan dan memusnahkan umat manusia yang tidak beriman kala itu. Pengikut Nabi Nuh terombang-ambing di kapal selama beberapa hari dan akhirnya terdampar di sebuah gunung, di al-Quran disebutkan mereka terdampar gunung Judi (QS. Hud[11]: 44).
“Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim .” (QS. Hud[11]: 44)
Pengikut Nabi Nuh menetap disana dan menghasilkan keturunan hingga kita sekarang ini. Nabi Nuh mempunyai tiga orang anak, yaitu Yafits, Sam, dan Ham. Para ahli sejarah sepakat seluruh keturunan umat manusia sekarang berasal dari ketiga anak Nabi Nuh bukan dari pengikutnya. Hal ini didasarkan pada QS. ash-Shoffat[37]: 77-80.
“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan. Dan Kami abadikan untuk Nuh itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian; ‘Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam’. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS. as-Shaffat[37]: 77-80)
Yafits, bergerak ke timur beserta keturunannya. Di antara mereka ada juga yang pergi ke barat.
Sam, anak kedua Nabi Nuh menuju ke dareah Mesopotamia (kini Iraq), tempat tinggal mereka pertama kali. Sam dan keturunannya menetap disana dan dikenal dengan kamu Sumeria. Di antara mereka ada yang menyebar di berbagai wilayah Jazirah Arab.
Sementara itu Ham, lebih ke selatan lagi, selatan Mesopotamia bersama anak cucunya. Sebagian di antara mereka ada juga yang pergi ke tenggara menuju India. Dan ada juga yang ke barat daya, menyebrangi selat Babul Mandub menuju Afrika, dan kemudian ke utara dan tempat lainnya.
Dilihat dari silsilah keturunannya dan cikal bakal, para sejarawan membagi bangsa Arab menjadi tiga bagian:
Tetapi disini kita akan fokuskan pada dua bangsa Arab, yaitu Arab Aribah dan Arab Musta’ribah.
Arab Aribah yang dikenal sebagai Arab asli merupakan bangsa yang berasal dari keturunan Qahthan, nasab (keturunan) Qahthan berakhir pada Sam bin Nuh. Mengapa dinisbatkan pada Ya’rub, karena dialah yang pertama kali berbicara dalam bahasa Arab. Ini merupakan salah satu tradisi Arab, mereka menamai sesuatu dari orang yang pertama kali mencetusnya. Tempat atau wilayah misalkan, mereka menaminya dengan orang yang pertama kali tinggal atau suku yang paling dominan. Yatsrib misalnya, atau Hadhramaut, Yaman, dan Oman, semua itu adalah nama-nama orang yang pertama kali membuka wilayah tersebut. Begitu juga dengan Arab, mereka menamainya dari Ya’rub. Dalam bahasa Arab, Ya’rub (يعرب) menjadi ‘Arab (عرب) dengan menghilangkan huruf ya di depan.
Kabilah yang terkenal dari Arab Aribah antara lain Himyar dan Kahlan. Himyar memiliki beberapa suku antara lain Jumhur, Qudha’ah, dan Sakasik. Kahlan memiliki suku Hamdan, Anmar, Wathi’, Mudzhij, Kindah, Lakham, Judzam, Azdi, Aus, Khazraj, dan anak keturunan Jafnah (raja Syam). Dari kesemua suku tersebut suku Jumhur, Aus, dan Khazraj yang perlud digarisbawahi karena memiliki peranan penting dalam sirah nabawiyah.
Arab Musta’ribah dikenal juga dengan Arab ‘Adnaniyah. Karena Arab ini berasal dari campuran Arab Aribah dan keturunan Nabi Ismail (‘Adnan). Untuk mengenal lebih jauh Arab Musta’ribah ada baiknya kita kilas balik kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Nabi Ibrahim adalah putra Azhar, keturunan Sam bin Nuh. Nabi Ibrahmim berasal dari Ar, wilayah di Mesopotamia (kini Iraq). Di pinggir barat sungat Furat, dekat Kufah. Setelah sekian lama di Mesopotamia, Nabi Ibrahim pindah ke Harran dan Kan’an hingga ke Mesir. Dakwah Nabi Ibrahim di Mesir di halangi oleh Firaun.
Agar tidak bingung, kisah berikut adalah kisah Nabi Ibrahim saat bertemu Firaun, kisah setelah bertemu Namrud.
Firaun pada zaman Ibrahim sangat menyukai dengan wanita yang sudah memiliki suami, karena dalam pikirannya adalah jika wanita dinikahi oleh seorang laki-laki, maka wanita tersebut adalah pilihan. Saat itu Ibrahim sudah menikah dengan Sarah, Sarah adalah wanita yang terkenal dengan kecantikannya dan kesholihannya. Agar tidak mendapatkan bahaya, Ibrahim meminta Sarah agar berkata bahwa ia adalah saudari Ibrahim bukan istrinya. Meskipun demikian Firaun tertarik dengan Sarah, sehingga Firaun memaksa Sarah untuk tinggal bersamanya. Atas perlindungan Allah, setiap kali Firaun ingin menjamah Sarah, Allah membuat Firaun tak berdaya. Hingga sampai tiga kali kejadian tersebut terulang sehingga Firaun memperbolehkan Sarah pulang, Firaun juga menghadiahkan Hajar untuk digunakan sebagai budak Sarah.
Selama beberapa tahun dengan Ibrahim, Sarah tidak diberi buah hati, beberapa riwayat mengatakan bahwa umur Sarah saat itu sudah mencapai 60 tahun. Agar mendapatkan keturunan, Sarah menawarkan Hajar agar menikah dengan Ibrahim. Beberapa riwayat mengatakan selisih umur antara Sarah dan Hajar cukup jauh meskipun tidak disebutkan angkanya. Tawaran tersebut diterima dan Hajar menjadi istri Ibrahim.
Setelah lama di Mesir, mereka bertiga pindah ke Syam. Di Syam, setahun kemudian Ismail lahir dari rahim Hajar. Sarah cemburu karena tidak dikarunia anak, ia pun berdoa kepada Allah agar dikaruniai seorang anak meskipun umurnya sudah tua. Akhirnya malaikat pun datang ke Nabi Ibrahim dan mengatakan bahwa akan lahir seorang putra dari rahim Sarah. Hingga akhirnya lahirlah Ishaq dari Sarah. Karena itu Ibrahim disebut sebagai Abul Anbiya (ayahnya para nabi) karena melahirkan Nabi Ismail dan Nabi Ishaq.
Sudah hakikat wanita, jika Sarah cemburu dengan Hajar. Sarah-pun meminta Ibrahim agar memisahkannya dengan Hajar. Atas perintah Allah, permintaan Sarah dituruti, dan Ibrahim membawa Hajar dan Ismail kecil ke Hijaz, tepatnya Makkah.
Makkah saat itu bukanlah sebuah kota, Makkah adalah sebuah lembah di padang pasir yang tandus dan gersang, tak ada seorang pun yang tinggal disana. Lembah tersebut biasa digunakan kafilah untuk tempat istirahat dalam perjalanan dangang mereka. Hajar dan Ismail berdua di padang pasir, dan Ibrahim setelah menyediakan bekal untuk mereka kembali ke Syam ke tempat Sarah berada. Hajar tidak menyangkal permintaan Ibrahim karean dia tahu ini adalah perintah Allah. Ibrahim pun akhirnya meninggalkan mereka berdua atas perintah Allah. Dan ketika bekal dari Ibrahim sudah habis, Hajar kebingungan, dia meninggalkan Ismail kecil dan berlari-lari antara gunung Shofa dan Marwah sebanyak tujuh kali untuk mencari air, karena ia mengira melihat air di kedua gunung tersebut, padahal hal tersebut hanyalah efek fatamorgana karena panas. Ketika Hajar menyadari tak ada air di dua gunung tersebut dan kembali ke Ismail, ia terkejut ketika melihat mata air di dekat ismail. Hajar pun membendung mata air tersebut layaknya kita membuat bangunan dari pasir di pantai sambil berkata “berkumpullah-berkumpullah”, dalam bahasanya adalah “zam-zam“. Mereka pun menetap di Makkah di dekat mata air zam-zam tersebut.
“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan. Dan Kami abadikan untuk Nuh itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian; ‘Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam’. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS. as-Shaffat[37]: 77-80)
Yafits, bergerak ke timur beserta keturunannya. Di antara mereka ada juga yang pergi ke barat.
Sam, anak kedua Nabi Nuh menuju ke dareah Mesopotamia (kini Iraq), tempat tinggal mereka pertama kali. Sam dan keturunannya menetap disana dan dikenal dengan kamu Sumeria. Di antara mereka ada yang menyebar di berbagai wilayah Jazirah Arab.
Sementara itu Ham, lebih ke selatan lagi, selatan Mesopotamia bersama anak cucunya. Sebagian di antara mereka ada juga yang pergi ke tenggara menuju India. Dan ada juga yang ke barat daya, menyebrangi selat Babul Mandub menuju Afrika, dan kemudian ke utara dan tempat lainnya.
Dilihat dari silsilah keturunannya dan cikal bakal, para sejarawan membagi bangsa Arab menjadi tiga bagian:
- Arab Bai’dah, yaitu kaum Arab teradahulu yang sejarahnya tidak bisa dilacak secara lengkap.
- Arab Aribah, atau penduduk asli, yaitu keturunan Arab yang berasal dari keturunan Ya’rub bin Yasyjub bin Qahthan. Bertempat tinggal di Yaman.
- Arab Musta’ribah, disebut juga Arab campuran atau Arab pendatang, yang berasal dari keturunan Ismail. Disebut juga Arab ‘Adnaniyah.
Tetapi disini kita akan fokuskan pada dua bangsa Arab, yaitu Arab Aribah dan Arab Musta’ribah.
Arab Aribah yang dikenal sebagai Arab asli merupakan bangsa yang berasal dari keturunan Qahthan, nasab (keturunan) Qahthan berakhir pada Sam bin Nuh. Mengapa dinisbatkan pada Ya’rub, karena dialah yang pertama kali berbicara dalam bahasa Arab. Ini merupakan salah satu tradisi Arab, mereka menamai sesuatu dari orang yang pertama kali mencetusnya. Tempat atau wilayah misalkan, mereka menaminya dengan orang yang pertama kali tinggal atau suku yang paling dominan. Yatsrib misalnya, atau Hadhramaut, Yaman, dan Oman, semua itu adalah nama-nama orang yang pertama kali membuka wilayah tersebut. Begitu juga dengan Arab, mereka menamainya dari Ya’rub. Dalam bahasa Arab, Ya’rub (يعرب) menjadi ‘Arab (عرب) dengan menghilangkan huruf ya di depan.
Kabilah yang terkenal dari Arab Aribah antara lain Himyar dan Kahlan. Himyar memiliki beberapa suku antara lain Jumhur, Qudha’ah, dan Sakasik. Kahlan memiliki suku Hamdan, Anmar, Wathi’, Mudzhij, Kindah, Lakham, Judzam, Azdi, Aus, Khazraj, dan anak keturunan Jafnah (raja Syam). Dari kesemua suku tersebut suku Jumhur, Aus, dan Khazraj yang perlud digarisbawahi karena memiliki peranan penting dalam sirah nabawiyah.
Arab Musta’ribah dikenal juga dengan Arab ‘Adnaniyah. Karena Arab ini berasal dari campuran Arab Aribah dan keturunan Nabi Ismail (‘Adnan). Untuk mengenal lebih jauh Arab Musta’ribah ada baiknya kita kilas balik kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Nabi Ibrahim adalah putra Azhar, keturunan Sam bin Nuh. Nabi Ibrahmim berasal dari Ar, wilayah di Mesopotamia (kini Iraq). Di pinggir barat sungat Furat, dekat Kufah. Setelah sekian lama di Mesopotamia, Nabi Ibrahim pindah ke Harran dan Kan’an hingga ke Mesir. Dakwah Nabi Ibrahim di Mesir di halangi oleh Firaun.
Agar tidak bingung, kisah berikut adalah kisah Nabi Ibrahim saat bertemu Firaun, kisah setelah bertemu Namrud.
Firaun pada zaman Ibrahim sangat menyukai dengan wanita yang sudah memiliki suami, karena dalam pikirannya adalah jika wanita dinikahi oleh seorang laki-laki, maka wanita tersebut adalah pilihan. Saat itu Ibrahim sudah menikah dengan Sarah, Sarah adalah wanita yang terkenal dengan kecantikannya dan kesholihannya. Agar tidak mendapatkan bahaya, Ibrahim meminta Sarah agar berkata bahwa ia adalah saudari Ibrahim bukan istrinya. Meskipun demikian Firaun tertarik dengan Sarah, sehingga Firaun memaksa Sarah untuk tinggal bersamanya. Atas perlindungan Allah, setiap kali Firaun ingin menjamah Sarah, Allah membuat Firaun tak berdaya. Hingga sampai tiga kali kejadian tersebut terulang sehingga Firaun memperbolehkan Sarah pulang, Firaun juga menghadiahkan Hajar untuk digunakan sebagai budak Sarah.
Selama beberapa tahun dengan Ibrahim, Sarah tidak diberi buah hati, beberapa riwayat mengatakan bahwa umur Sarah saat itu sudah mencapai 60 tahun. Agar mendapatkan keturunan, Sarah menawarkan Hajar agar menikah dengan Ibrahim. Beberapa riwayat mengatakan selisih umur antara Sarah dan Hajar cukup jauh meskipun tidak disebutkan angkanya. Tawaran tersebut diterima dan Hajar menjadi istri Ibrahim.
Setelah lama di Mesir, mereka bertiga pindah ke Syam. Di Syam, setahun kemudian Ismail lahir dari rahim Hajar. Sarah cemburu karena tidak dikarunia anak, ia pun berdoa kepada Allah agar dikaruniai seorang anak meskipun umurnya sudah tua. Akhirnya malaikat pun datang ke Nabi Ibrahim dan mengatakan bahwa akan lahir seorang putra dari rahim Sarah. Hingga akhirnya lahirlah Ishaq dari Sarah. Karena itu Ibrahim disebut sebagai Abul Anbiya (ayahnya para nabi) karena melahirkan Nabi Ismail dan Nabi Ishaq.
Sudah hakikat wanita, jika Sarah cemburu dengan Hajar. Sarah-pun meminta Ibrahim agar memisahkannya dengan Hajar. Atas perintah Allah, permintaan Sarah dituruti, dan Ibrahim membawa Hajar dan Ismail kecil ke Hijaz, tepatnya Makkah.
Makkah saat itu bukanlah sebuah kota, Makkah adalah sebuah lembah di padang pasir yang tandus dan gersang, tak ada seorang pun yang tinggal disana. Lembah tersebut biasa digunakan kafilah untuk tempat istirahat dalam perjalanan dangang mereka. Hajar dan Ismail berdua di padang pasir, dan Ibrahim setelah menyediakan bekal untuk mereka kembali ke Syam ke tempat Sarah berada. Hajar tidak menyangkal permintaan Ibrahim karean dia tahu ini adalah perintah Allah. Ibrahim pun akhirnya meninggalkan mereka berdua atas perintah Allah. Dan ketika bekal dari Ibrahim sudah habis, Hajar kebingungan, dia meninggalkan Ismail kecil dan berlari-lari antara gunung Shofa dan Marwah sebanyak tujuh kali untuk mencari air, karena ia mengira melihat air di kedua gunung tersebut, padahal hal tersebut hanyalah efek fatamorgana karena panas. Ketika Hajar menyadari tak ada air di dua gunung tersebut dan kembali ke Ismail, ia terkejut ketika melihat mata air di dekat ismail. Hajar pun membendung mata air tersebut layaknya kita membuat bangunan dari pasir di pantai sambil berkata “berkumpullah-berkumpullah”, dalam bahasanya adalah “zam-zam“. Mereka pun menetap di Makkah di dekat mata air zam-zam tersebut.
Di lain tempat, di Yaman, suatu bencana terjadi, yaitu bendung Ma’rib jebol dan mengharuskan suku-suku disana pindah. Perpindahan suku-suku tersebut bertujuan untuk mencari sumber air lainnya, karena sumber air utama mereka telah hancur. Salah satu suku yang pindah adalah suku Jurhum, atau tepatnya Jurhum ats-Tsaniyah. Pada awalnya mereka ingin pindah ke Syam, untuk dapat ke Syam, suku Jurhum harus melewati daerah sekitar Makkah. Suku Jurhum melewati pinggiran Jazirah Arab, laut merah agar dapat bertahan hidup dengan megambil air dan ikan dari sana.
Ketika mereka dalam perjalanan, mereka melihat segorombolan burung yang terbang. Burung tersebut terbang melingkar suatu kawasan. Itu adalah pertanda bahwa disana terdapat sumber air. Suku Jurhum pun mendatangi segorombolan burung tersebut dan mendapati terdapat Hajar dan Ismail. Akhirnya mereka meminta izin untuk menetap disana sambil membayarkan upeti kepada Hajar dan Ismail. Suku Jurhum pun membangun rumah-rumah disana, sehingga terbentuklah ekonomi, sosial di Makkah saat itu. Hajar pun hidup tentram atas upeti yang dibayarkan oleh suku Jurhum.
Ismail pun tumbuh dewasa di tengah suku Jurhum, ia menikah dengan putri kepala suku Jurhum dan mempelajari bahasa Arab dari mereka. Sebelum bertemu suku Jurhum Ismail bebahasa Ibrani. Disinilah awal mula Arab Musta’ribah, yaitu keturunan Nabi Ismail ke bawah hingga Nabi Muhammad SAW. Meskipun bukan Arab sejati, namum dari Ismail lah bahasa Arab yang fasih bermula. Itu artinya Arab dari Qahthaniyah belum mapan dan disempurnakan oleh bangsa Adnaniyah (keturunan Ismail).
Ketika itu Ibrahim belum pernah mengunjungi Hajar dan Ismail, karena memang belum mendapatkan perintah dari Allah. Suatu ketika Ibrahim diperintahkan untuk menjenguk Ismail, dan singgah di rumahnya. Ia bertemu dengan istri Nabi Ismail, saat itu Ismail sedang tidak di rumah. Ibrahim pun bertanya, “Bagaimana keadaaan rumah tanggamu?”. Istri Ismail menjawab dengan banyak keluhan. Hingga akhirnya Ibrahim ingin menitipkan pesan kepada Ismail melalui istrinya, “Gantilah tiang rumahmu!”. Ketika Ibrahim sudah pergi dan Ismail datang, Ismail bertanya kepada istrinya, “Siapa yang datang?”. “Ibrahim yang datang”, jawab istirnya. Ismail bertanya kembali, “Adakah pesan untukku?”. “Ya, iya berpesan untuk mengganti tiang rumahmu.”, jawab istrinya. Atas pesan itu, seketika Ismail langsung menceraikan istrinya.
Selang beberapa waktu Ismail menikah kembali dengan putri suku Jurhum lainnya. Dan Ibrahim datang kembali seperti kedatanga pertama. Ketika Ibrahim bertanya “Bagaimana keaadaan rumah tanggamu?”, istri Ismail menjawab dengan banyak pujian. Ibrahim pun menitipkan pesan kepada Ismail melalui istrinya, “Pertahankan tiang rumahmu!”.
Pernikahan Ismail menghasilkan 12 orang anak laki-laki, Nabit, Qaidar, Adbail, Misbyam, Misyma, Duma, Misya, Hadad, Yatma, Yathur, Nafis, dan Qaidaman.
Nabit memiliki keturuna bernama Adnan. Adnan merupakan nenek moyang Rasulullah. Hanya karena suatu sebab, silislah Nabit dan Adnan terputus. Ahli sejarah menyebutkan jumlah moyang antara Nabit ke Adnan sebanyak 6 orang. Ke 6 moyang tersebut tidak terlacak, sehingga Rasulullah langsung menisbatkan garis keturunannya kepada Adnan.
Keduabelas keturunan Ismail menetap di Makkah. Mereka berdagang dari Yaman, ke Syam dan Mesir. Nabit menurunkan bangsa Nabasia. Raja-raja dari keluarga Ghassan dan Anshar yang terdiri dari atas suku Aus dan Khazraj berasal dari Nabit bin Ismail. Peradaban al-Anbath adalah peninggalan anak-anak Nabit di Hijaz bagian utara. Mereka memiliki kekuasaan yang kuat sebelum di taklukkan oleh Romawi.
Ketika mereka dalam perjalanan, mereka melihat segorombolan burung yang terbang. Burung tersebut terbang melingkar suatu kawasan. Itu adalah pertanda bahwa disana terdapat sumber air. Suku Jurhum pun mendatangi segorombolan burung tersebut dan mendapati terdapat Hajar dan Ismail. Akhirnya mereka meminta izin untuk menetap disana sambil membayarkan upeti kepada Hajar dan Ismail. Suku Jurhum pun membangun rumah-rumah disana, sehingga terbentuklah ekonomi, sosial di Makkah saat itu. Hajar pun hidup tentram atas upeti yang dibayarkan oleh suku Jurhum.
Ismail pun tumbuh dewasa di tengah suku Jurhum, ia menikah dengan putri kepala suku Jurhum dan mempelajari bahasa Arab dari mereka. Sebelum bertemu suku Jurhum Ismail bebahasa Ibrani. Disinilah awal mula Arab Musta’ribah, yaitu keturunan Nabi Ismail ke bawah hingga Nabi Muhammad SAW. Meskipun bukan Arab sejati, namum dari Ismail lah bahasa Arab yang fasih bermula. Itu artinya Arab dari Qahthaniyah belum mapan dan disempurnakan oleh bangsa Adnaniyah (keturunan Ismail).
Ketika itu Ibrahim belum pernah mengunjungi Hajar dan Ismail, karena memang belum mendapatkan perintah dari Allah. Suatu ketika Ibrahim diperintahkan untuk menjenguk Ismail, dan singgah di rumahnya. Ia bertemu dengan istri Nabi Ismail, saat itu Ismail sedang tidak di rumah. Ibrahim pun bertanya, “Bagaimana keadaaan rumah tanggamu?”. Istri Ismail menjawab dengan banyak keluhan. Hingga akhirnya Ibrahim ingin menitipkan pesan kepada Ismail melalui istrinya, “Gantilah tiang rumahmu!”. Ketika Ibrahim sudah pergi dan Ismail datang, Ismail bertanya kepada istrinya, “Siapa yang datang?”. “Ibrahim yang datang”, jawab istirnya. Ismail bertanya kembali, “Adakah pesan untukku?”. “Ya, iya berpesan untuk mengganti tiang rumahmu.”, jawab istrinya. Atas pesan itu, seketika Ismail langsung menceraikan istrinya.
Selang beberapa waktu Ismail menikah kembali dengan putri suku Jurhum lainnya. Dan Ibrahim datang kembali seperti kedatanga pertama. Ketika Ibrahim bertanya “Bagaimana keaadaan rumah tanggamu?”, istri Ismail menjawab dengan banyak pujian. Ibrahim pun menitipkan pesan kepada Ismail melalui istrinya, “Pertahankan tiang rumahmu!”.
Pernikahan Ismail menghasilkan 12 orang anak laki-laki, Nabit, Qaidar, Adbail, Misbyam, Misyma, Duma, Misya, Hadad, Yatma, Yathur, Nafis, dan Qaidaman.
Nabit memiliki keturuna bernama Adnan. Adnan merupakan nenek moyang Rasulullah. Hanya karena suatu sebab, silislah Nabit dan Adnan terputus. Ahli sejarah menyebutkan jumlah moyang antara Nabit ke Adnan sebanyak 6 orang. Ke 6 moyang tersebut tidak terlacak, sehingga Rasulullah langsung menisbatkan garis keturunannya kepada Adnan.
Keduabelas keturunan Ismail menetap di Makkah. Mereka berdagang dari Yaman, ke Syam dan Mesir. Nabit menurunkan bangsa Nabasia. Raja-raja dari keluarga Ghassan dan Anshar yang terdiri dari atas suku Aus dan Khazraj berasal dari Nabit bin Ismail. Peradaban al-Anbath adalah peninggalan anak-anak Nabit di Hijaz bagian utara. Mereka memiliki kekuasaan yang kuat sebelum di taklukkan oleh Romawi.
Adnan memiliki keturunan bernama Ma’ad. Ma’ad mempunyai anak bernama Nizar. Dan keturunan Nizar terbagi menjadi empat kabilah besar, Iyyad, Anmar, Rabi’ah, dan Mudhar.
Rabi’ah melahirkan Asad, Anazah, Abdul Qais, dua orang anak Wa’il: Bakr dan Taghlib, Hanifah dan lainnya. Mudhar menurunkan Qais Ailan bin Mudhar dan Ilyas bin Mudhar. Keturunan Qais Ailan bin Mudhar adalah Bani Salim, Bani Hawazan, dan Bani Ghathafan. Anak keturunan Ghathafan adalah Abas, Dzabiyan, Asyja, dan Ghani bin Ashar.
Keturunan Ilyas bin Mudhar adalah Tamim bin Murrah, Hudzail bin Mudrikah, Bani Asad bin Khuzaimah, dan anak-anak keturunan Kinanah bin Khuzaimah. Dan di antara keturunan Kinanah adalah Quraisy; mereka adalah anak-anak Fihr bin Malik bin Nadlar bin Kinanah.
Ketika anak keturunan Adnan mulai banyak, mereka menyebar ke seluruh penjuru Arab. Abdul Qais, anak keturunan Bakr bin Wa’il, dan anak keturunan Tamim berpindah ke Bahrain dan berdomisili disana. Sementara itu, Bani Hanifah bin Sha’ab bin Ali bin Bakr keluar menuju Yamamah, kemudian tinggal di Hajar, ibu kota Yamamah. Lalu seluruh anak keturunan Bakr bin Wa’il tinggal disepanjang wilayah Yamamah sampai ke Bahrain, Saif Kazhimah, dan al-Bahr.
Taghlib tinggal di Semenanjung sungai Eufrat, sedangkan Bani Tamim tinggal di Basrah. Bani Sulaim di dekat Madinah hingga ke Khaibar dan Hurrah. Tsaqif menetap di Tha’if dan Hawazin yang ada di timur Makkah. Bani Asad tinggal di timur Taima dan barat Kufah. Di antara tempat tinggal Bani Asad dan Taima terdapat perkampungan Bahtar dari kabilah Tha’i. Dzabiyan tinggal di dekat Taima sampai ke Hawazin, dan Kinanah tinggal di Tihamah.
Rabi’ah melahirkan Asad, Anazah, Abdul Qais, dua orang anak Wa’il: Bakr dan Taghlib, Hanifah dan lainnya. Mudhar menurunkan Qais Ailan bin Mudhar dan Ilyas bin Mudhar. Keturunan Qais Ailan bin Mudhar adalah Bani Salim, Bani Hawazan, dan Bani Ghathafan. Anak keturunan Ghathafan adalah Abas, Dzabiyan, Asyja, dan Ghani bin Ashar.
Keturunan Ilyas bin Mudhar adalah Tamim bin Murrah, Hudzail bin Mudrikah, Bani Asad bin Khuzaimah, dan anak-anak keturunan Kinanah bin Khuzaimah. Dan di antara keturunan Kinanah adalah Quraisy; mereka adalah anak-anak Fihr bin Malik bin Nadlar bin Kinanah.
Ketika anak keturunan Adnan mulai banyak, mereka menyebar ke seluruh penjuru Arab. Abdul Qais, anak keturunan Bakr bin Wa’il, dan anak keturunan Tamim berpindah ke Bahrain dan berdomisili disana. Sementara itu, Bani Hanifah bin Sha’ab bin Ali bin Bakr keluar menuju Yamamah, kemudian tinggal di Hajar, ibu kota Yamamah. Lalu seluruh anak keturunan Bakr bin Wa’il tinggal disepanjang wilayah Yamamah sampai ke Bahrain, Saif Kazhimah, dan al-Bahr.
Taghlib tinggal di Semenanjung sungai Eufrat, sedangkan Bani Tamim tinggal di Basrah. Bani Sulaim di dekat Madinah hingga ke Khaibar dan Hurrah. Tsaqif menetap di Tha’if dan Hawazin yang ada di timur Makkah. Bani Asad tinggal di timur Taima dan barat Kufah. Di antara tempat tinggal Bani Asad dan Taima terdapat perkampungan Bahtar dari kabilah Tha’i. Dzabiyan tinggal di dekat Taima sampai ke Hawazin, dan Kinanah tinggal di Tihamah.
Wallahu a'lam bishshowab
No comments: